Selamat datang di Website SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo, Sekolah Standar Nasional. VISI : Terwujudnya Lulusan Yang Berprofil Pelajar Pancasila, Cakap Dalam Literasi Dan Numerasi Serta Berwawasan Lingkungan.


06 Juli 2012

Pendidikan yang bermartabat

Pendahuluan
Manusia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan karekteristik yang berbeda-beda setiap orang. Tidak ada manusia di dunia ini yang sama, dan memang belum pernah ada dan tidak akan pernah ada. Karakter sangat melekat pada diri semua orang. Karakter bisa terbentuk dari genetik bawaan, latar belakang tiap individu, namun juga dipengaruhi dari pola pikir, perasaan dan perbuatan yang di lakukan berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan. Pola pikir, perasaan dan tindakan tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, tempat tinggal, sekolah dan juga lingkungan yang lain.

Dalam dunia pendidikan pembentukan karakter peserta didik sungguh sangat diperlukan (Seperti tertuang dalam visi Sekolah ini = "Kokoh dalam IMTAQ, Unggul dalam IPTEK dan BERBUDI PEKERTI YANG LUHUR". Karena itu ditahun tahun terakhir ini secara Nasional terus digalakkan pentingnya Pembentukan Karakter dalam dunia Pendidikan, bahkan dalam setiap mata pelajaran harus ada proses belajar dalam rangka pembentukan karakter bagi setiap peserta didik. Pendidikan bukan hanya menjadi tempat seseorang mendapatkan Ilmu Pengetahuan, namun jauh lebih penting adalah sebagai tempat pembentukan pribadi-pribadi yang memiliki karakter mulia, pribadi-pribadi yang bermartabat.

Pendidikan Bermartabat

Pembentukan karakter di dalam dunia pendidikan akan mempersiapkan peserta didik mempunyai dasar yang kuat dalam mengambil keputusan dalam pilihan hidupnya sehingga mereka akan menjadi pribadi yang berada di dalam tempat yang tepat, baik di masyarakat ataupun di dalam pekerjaan, sehingga akan mengoptimalkan perannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan harus menjadikan manusia semakin bermartabat dan dalam hal ini pendidikan akan membangun karakter anak bangsa menjadikan bangsa mereka menjadi makin bermartabat. Untuk itu diperlukan pendidikan yang dapat mensinergikan seluruh aspek, spiritual, karakter dan pengetahuan. Untuk itu diperlukan pendidikan yang menghargai nilai-nilai  kehidupan, dengan demikian manusia akan menjadi pribadi semakin bernilai dan berharga. Dalam konteks pendidikan formal maka peserta didik akan merasa berharga akan timbul rasa dicintai. Dari merasa diterima, dicintai, dan dihargai inilah maka peserta didik akan semakin antusias dalam setiap proses belajar mengajar (proses belajar mengajar akan sangat menyenangkan, "bukan menjadi beban").  Peserta didik adalah pribadi yang spesial bukan Obyek.

Pembelajaran yang Menyenangkan

Proses belajar mengajar akan menentukan arah dan tujuan pendidikan yang kita lakukan. Bagaimana seni menguasai kelas, memahami pribadi siswa, menerangkan materi pembelajaran sangat berperan penting dalam tercapainya tujuan pendidikan. Dalam dunia pendidikan sering kita kenal istilah pedagogik. Secara etimologi berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan, pedagogik ialah seorang ahli, yang membimbing anak ke arah tujuan hidup tertentu. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah "ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogik adalah Ilmu Pendidikan Anak. Langveld (1980) membedakan istilah “pedagogik” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak , mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, kritis dan objektif mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. sumber 


Lalu bagaimana proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, baik bagi pengajar (guru) ataupun peserta didik (murid)?. Hal ini bisa terjadi apabila kedua pihak (terutama dimulai dari guru) memahami bahwa manusia adalah pribadi yang istimewa, pribadi yang sangat berharga, tiap-tiap pribadi memiliki karakteristis sendiri-sendiri yang tidak akan pernah sama dengan orang lain. Dengan kacamata ini, maka akan ada penghargaan yang sangat besar kepada tiap orang. Guru akan memahami bahwa tiap siswa/murid tidak sama yang semuanya harus diterima apa adanya sebagai pribadi yang spesial. Baru setelah hal ini dipahami dan dilakukan maka semua proses pembelajaran akan berjalan dengan enak, cair, tidak kaku, saling menghargai, saling menghormati kelebihan dan kekurangan tiap-tiap orang. Guru tidak perlu berfikir harus dihargai, namun dengan sendirinya akan dihormati dan dihargai oleh murid, demikian juga sebaliknya murid akan sangat senang dan antusias dalam belajar ketika mendapat penerimaan dan penghargaan dari guru. Selain pemahaman dan penghargaan kepada tiap pribadi, proses pembelajaran yang inovatif juga akan menopang terjadi suasana yang nyaman dan menyenangkan. Hal di atas akan membuat guru dan murid akan selalu menginginkan segera bisa bertemu dan belajar setiap hari dengan materi-materi yang menyenangkan.
 
Lalu apa sih yang menjadi kesalahpahaman istilah Pedagogik?

Kadang sebagian orang mengartikan bahwa pedagogik merupakan ilmu pendidikan, pemaknaan ini tidak berarti salah namun juga tidak sepenuhnya benar, mengapa? Karena jika ditinjau dari makna pendidikan secara luas maka Pendidikan adalah seluruh proses hidup. Lebih tepatnya segala pengalaman di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh bagi perkembangan individu.

Dari pengertian di atas maka bisa dipahami ada beberapa tingkatan dalam pendidikan, sehingga menimbulkan cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli yaitu pendidikan pada anak yang disebut Pedagogik, ilmu pendidikan bagi orang dewasa yang disebut Andragogi serta pendidikan bagi ilmu pendidikan manula yang disebut Gerogogi.

Jelaslah bahwa Pedagogik terbatas pada ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik anak. Maka timbul pertanyaan lain, kapankah seorang anak masuk dalam kawasan pedagogik? Menurut M.J. Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak telah mengenal kewibawaan, syaratnya yaitu terlihat pada kemampuan anak memahami bahasa, karena sebelum itu dalam pedagogik anak tidak disebut telah dididik yang ada adalah pembiasaan (meskipun pembiasaan ini sebenarnya juga bagian dari proses pendidikan). Sedang batas atasnya yaitu ketika anak telah mencapai kedewasaan atau bisa disebut orang dewasa.

Kemudian, mengapa Pedagogik diperlukan? Padahal pedagogik secara teori terkadang kelihatan berlainan dengan praktek di lapangan? Ada dua alasan yang melandasinya. Pertama bahwa pedagogik sebagai suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan anak diperlukan, karena akan menjadi dasar bagi praktek mendidik anak. Selain itu bahwa pedagogik akan menjadi standar atau kriteria keberhasilan praktek pendidikan anak. Kedua, manusia memiliki motif untuk mempertanggungjawabkan pendidikan bagi anak-anaknya, karena itu agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, praktek pendidikan anak memerlukan pedagogik sebagai landasannya agar tidak dilakukan dengan sembarangan.

Jadi, pengertian bahwa pedagogik adalah ilmu pendidikan dapat berarti benar dalam pengertian pendidikan pedagogik, namun berarti salah jika mengacu pada makna pendidikan secara luas.

Untuk meyakinkan lebih jauh, pedagogik secara jelas memiliki kegunaan diantaranya bagi pendidik untuk memahami pendidikan secara sistematis, memberikan petunjuk tentang hal-hal yang seharusnya dilaksanakan dalam mendidik, menghindari kesalahan-kesalahan dalam praktek mendidik anak, selain itu bisa juga untuk menjadi sarana untuk mengenal diri sendiri dan melakukan koreksi demi perbaikan bagi diri sendiri di waktu yang akan datang.

Lalu apakah dengan mempelajari pedagogik dan mempraktekannya dapat mendidik anak sehingga anak dapat mencapai kesuksesan/keberhasilan? Jawabannya adalah bisa, karena tujuan pedagogik adalah memanusiakan manusia, menjadikan seseorang dewasa dan berhasil dalam menjalani kehidupan. Kesuksesan ini jangan dimengerti secara sempit dalam artian pada kemapanan materi dari pandangan kita sebagai seorang pendidik sejati, namun perlu dipahami kesuksesan/keberhasilan di sini adalah terbentuknya seseorang/ pribadi yang bermartabat (memiliki karakter yang mulia dalam kebenaran) sehingga seseorang seseorang mengalami kebahagiaan dalam menjalani hidup dengan mengaplikasikan di dalam seluruh aspek kehidupannya (dalam keadaan/kondisi apapun di dalam hidupnya). Intinya menjadi seseorang yang bahagia dalam keseluruhan hidupnya, bahkan dalam keadaan tersulitpun dapat dijalani dalam kebahagiaan (hidup pribadi, keluarga, pekerjaan, dll).

Lalu cara bagaimanakah bisa dilakukan Guru dalam proses pembelajaran untuk menghasilkan pribadi-pribadi yang bermartabat, berkarakter mulia?

Pertama : Tindakan Komprehensif/ menyeluruh dan Total Action

Pernahkah kita melihat, mendengar, atau bahkan mengalami anak didik yang dipercayakan di sekolah kita menjadi lebih bandel ? Nakal ? Suka berkelahi ? Malas mengerjakan PR ? Tidak disiplin? dll ? Jawabannya bisa bermacam-macam. Tetapi secara umum hal-hal ini bisa ditanggulangi dengan cara pola pendidikan yang komprehensif (menyeluruh) mulai dari hal-hal yang sederhana sampai hal-hal yang rumit, maka setiap hal yang ditanamkan atau diajarkan akan dapat dilakukan dengan baik. Seorang anak yang bandel, nakal, suka berkelahi dst. bisa jadi karena pengaruh keluarga/orang tua di rumah, misal : akibat sering dipukul/ dimarahi terus-menerus, terlalu sering ditegor tanpa ada pemecahan masalah, atau bahkan ada perlakukan-perlakuan yang tidak layak kepadanya sehingga bisa menyebabkan perilaku yang lebih keras "nakal" atau bahkan juga bisa sebaliknya menjadi pribadi yang sangat pemurung, tidak percaya diri dll. Hal inilah yang kemudian terbawa sampai di sekolah. Masih banyak lagi hal lain yang melatar belakangi kehidupan setiap anak didik. Untuk itulah dituntut seorang guru dapat memahami siswa secara menyeluruh, dan akhirnya dalam melakukan tindakan / proses pembelajaran akan bisa tepat.

Tugas guru adalah memperbaiki model-model kepribadian itu, dari 36 orang siswa atau satu kelas dipersatukan maka memunculkan sebanyak 36 model pola atau model kepribadian. Guru-guru harus bisa menyatukan hal itu, bila perlu membuat “total action” yaitu gebrakan bersama-sama sesuai kesepakatan. Total Action bisa dilakukan dengan melibatkan seluruh guru-guru. Sebelum total action para warga diajak membuat kesepakatan apa yang boleh dan apa yang tidak bisa dilakukan. “Contoh penerapan total action secara sederhana misalnya dalam satu kelas, yaitu membuat aturan kelas. Libatkan semua siswa/anak (termassuk anak-anak yang kelihatan bandel) untuk duduk bersama, bicara bersama-sama, menyepakati apa yang baik dan bisa dilakukan bersama di kelas itu. Yang nakal/ bandel dilibatkan menjadi penulis hasil kesepakatan, kemudian bisa dibuat satu tulisan yang bagus dan ditempel di ruang kelas. Guru tinggal mengingatkan saja…” Dan untuk memelihara nilai yang baik itu, terapkan penanaman satu nilai penghargaan kepribadian yaitu bila anak-anak berhasil melakukan hal-hal yang baik itu, beri pujian dengan tulus.

Di sekolah-sekolah bisa kita  terapkan total action, satu contoh semua guru menasehati anak-anak yang tidak berpakaian seragam lengkap (hal ini harus dilakukan secara konsisten dan membutuhkan semangat bersama-sama dari seluruh komponen sekolah). Caranya mudah saja, cukup satu menit ketika masuk ke dalam kelas guru memanggil atau menyuruh ke depan kelas yang berpakaian kurang lengkap, tanya jawab, lalu dinasehati baik-baik. Guru yang mengajar les berikutnya juga melakukan hal yang sama. Dan begitu seterusnya, saya yakin satu sampai tiga minggu pelaksanaan total action itu, dipastikan 80 % siswa pasti telah berseragam lengkap. Hanya penting diingat, bila ada seorang guru tidak atau lupa menerapkan maka kegagalan sudah bisa dipastikan akan menanti.

Kedua : Motivasi yang Tulus

Banyak orang berbicara tentang motivasi, tetapi bagaimana penerapannya ? Pertama, tanamkan bahwa menghargai orang lain sangat penting dilakukan. Kedua, bila ingin dihargai, maka berilah contoh keteladanan menghargai orang lain. Ketiga, hindarilah menyakiti sesama. Artinya bila seorang guru memotivasi siswanya, dapat dilakukan dengan memberi pujian secara nyata dan tulus. Begitu seorang anak berhasil menjawab satu soal dan ternyata benar, guru memberi pujian kepada anak tersebut. Cara memuji tidak boleh dibuat-buat, tetapi sungguh dari hati yang tulus nyata dan ada perkembangan. Nah yakinkan siswa anda, ternyata dia bisa, dia hebat, dan dia mampu. Kalau ini dilakukan secara tulus dan kontinu anak bisa tumbuh lebih baik, dibanding mendidik anak dengan cara mengancam, pemberian sanksi atau hukuman. Kata Fidelis, “Pribadi guru yang mengajar dengan motivasi tulus, dipastikan jauh lebih baik hasilnya karena dirasakan langsung, ketimbang guru hanya memberikan hukuman dan hukuman.” Kesimpulan, bahwa pengaruh pembentukkan kepribadian dengan menghukum tidak memotivasi peningkatan hasil belajar.

Ketiga : Memberi Keteladanan

Model keteladanan yang bisa diandalkan adalah perilaku guru sebagaimana semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Semboyan ini sebenarnya sudah sangat membantu dalam mewujudkan jati diri. Keteladanan Guru meliputi seluruh aspek hidupnya : pikiran, perkataan, perbuatan. Seorang murid akan lebih mudah bisa menerima dan menerapkan apa yang menjadi nasehat guru apabila guru tersebut juga konsisten dengan nasehatnya, dengan kata lain dapat menjadi teladan. Misal : Suri keteladanan guru untuk menunjukkan sikap disiplin tepat waktu akan menjadi model dan dipedomani oleh murid, maka apabila guru menasehati murid utk tepat waktu akan lebih mudah diterima daripada nasehat dari guru yang justru sering tidak tepat waktu. 

Bila disiplin waktu dimasukan ke dalam program total action, maka hal ini sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan kita. Bayangkan, bila mulai dari Kepala Sekolah – guru – pegawai atau semua orang dewasa memberi contoh, sudah datang sebelum pukul tujuh ke sekolah, lalu anak-anak dinasehati meniru guru-guru agar dapat displin waktu, dipastikan bahwa 80 % anak-anak kita akan mampu melakukan hal-hal yang sama. . Sebaliknya, guru menasehati anak-anak agar disiplin waktu, tetapi ternyata dilihat oleh siswa ada 2 – 3 orang guru yang datang terlambat. Maka anak bisa berpikir lain, kok dibilang disiplin kepada kami, tetapi tidak dilaksanakan ? Yang mana yang betul disiplin hanya berlaku untuk siswa ? Maka kita tidak perlu heran, budaya santai terjadi di sekolah, ada anak-anak juga meniru sikap santai saja. Dan kalau sudah begini, sesungguhnya siswa tidak boleh diberi sanksi. Secara psikologi kita mengajari anak berbohong lewat nasehat guru. Dikatakan disiplin, tetapi mendisiplinkan diri sendiri tidak mampu, iya kan ?”

Salah satu contoh riil dalam pembelajaran adalah bagaimana menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk belajar baik bagi guru maupun siswa dan bagaiman kreatifitas guru untuk menyampaikan materi semenarik mungkin. Guru dituntut mampu mengembangkan teknik mangajar yang mengajak peserta didik tidak hanya sekedar tahu tapi paham. Cara sederhana adalah dengan membuat media balajar yang menarik bagi peserta didik misalnya memanfaatkan teknologi komputer atau membuat permainan-permainan yang mambuat peserta didik menjadi menarik. Buat setiap proses pembelajaran membuat peserta didik menjadi antusias dan semangat belajar yang tinggi. (bukan malah sebaliknya, merasa bosan atau bahkan benci dengan apa yang guru sampaikan).

Keempat : Evaluasi yang berkesinambungan

Dalam setiap proses pembelajaran diperlukan evaluasi terus menerus untuk menjadi acuan mendapatkan inovasi-inovasi baru sesuai dengan keadaan yang dihadapi.